Pembangunan Bandar Udara Soekarno-Hatta awalnya merupakan jawaban Pemerintah Indonesia atas pertumbuhan lalu lintas udara yang meningkat cepat. Namun seiring perjalanannya, bandara ini kini menjadi salah satu bandara udara tersibuk di dunia
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta merupakan sebuah bandar udara utama yang melayani kota Jakarta dan sekitarnya di pulau Jawa, Indonesia. Bandar udara ini diambil dari nama Presiden Indonesia pertama, Soekarno, dan wakil presiden pertama, Muhammad Hatta. Mengingat letaknya yang berada di Cengkareng, Banten, bandar udara ini juga sering disebut Cengkareng dan nama itu pula yang diadopsi IATA untuk memberikan sandi, yaitu CGK.
Bandar udara terbesar ini terletak sekitar 20 Km barat Jakarta, tepatnya dikabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Operasinya dimulai pada tahun 1985 dengan satu terminal berkapasitas sembilan juta penumpang per tahun. Kemudian pada tahun 1992, Terminal 2 (T2) dengan kapasitas yang sama dibuka. Selanjutnya, terminal 3 yang berdaya tampung empat juta penumpang per tahun, dioperasiokan pada tahun 2009.
Bandar Udara Soekarno-Hatta dilengkapi dua landasan pacu paralel sepanjang 3.600 x 60 meter di sisi utara dan 3.600 x 60 meter di sisi selatan. Luasnya mencapai 18 kilo meter persegi. Saat ini Bandar Udara Soekarno-Hatta berada pada urutan 16 sebagai bandar udara tersibuk di dunia yang melayani sebanyak 44,3 juta penumpang per tahun pada tahun 2010, baik domestik maupun Internasional.
Bandar udara ini dirancang oleh arsitek Perancis Paul Andreu, yang juga merancang bandar udara Gaulle di Paris. Salah satu karakteristik besar bandara ini adalah gaya arsitektur lokalnya. Termasuk kebun tropis di antara lounge tempat tunggu. Sebagai pengelola, konsep ramah lingkungan yang mengedepankan budaya Indonesia ini akan terus dipertahankan oleh PT Angkasa Pura II (Persero) sebagai ciri khas Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Pembangunan Bandar Udara Soekarno-Hatta awalnya merupakan jawaban Pemerintah Indonesia atas pertumbuhan lalu lintas udara yang meningkat cepat. Antara 1928 hingga 1974, Bandar Udara kemayoran yang sempat ditunjuk untuk penerbangan domestik dianggap terlalu dekat dengan basis militer Indonesia, begitu juga dengan bandar Udara Halim Perdanakusuma. Penerbangan sipil di area ini sangat sempit, sementara pertumbuhan lalu lintas udara meningkat pesat.
Dan pada awal 1970an, dengan bantuan USAID, delapan lokasi sempat dianalisa untuk dijadikan bandar udara Internasional baru. Kedelapan bandara udara itu adalah Kemayoran, Malaka, Babakan, Jonggol, Halim, Curug, Tangerang selatan dan Tangerang Utara.
Akhirnya, Tangerang Utara terpilih dan Jonggol digunakan sebagai bandara alternatif. Sementara itu, pemerintah memulai upgrade terhadap Bandar Udara Halim Perdanakusuma untuk melayani penerbagan domestik.
Antara 1974-1975, sebuah konsorsium konsultan Kanada mencakup Aviation Planning Service Ltd. ACRESS International Ltd, dan Searle Wilbee Rowland (SWR), memenangkan tender untuk memulai proyek pembangunan bandara udara. Pembelajaran dimulai pada 20 Februari 1974, proyek satu tahun tersebut disetujui oleh mitra dari Indonesia yang diwakili oleh PT Konavi.
Pada akhir Maret 1975, pembelajaran ini menyetujui rencana pembangunan landasan pacu, jalan aspal, tiga bangunan terminal International, tiga terminal domestik dan satu terminal Haji.
Terminal domestik bertingkat tiga dibangun antara tahun 1975 hingga 1981 dan sebuah terminal domestik termasuk apron dari 1982 hingga 1985. Sebuah proyek terminal baru, diberi nama Jakarta International Airport Cengkareng (kode: JIA-C), dimulai.
Kurun waktu 1975 hingga 1977, ketika pembukaan lahan dan pengaturan perbatasan propinsi dibutuhkan waktu, Schiphol Amsterdam diminta pendapat untuk memberi masukan. Schiphol menilai, konsep pembangunan yang dirancang akan menelan biaya agak mahal dan overdesign. Biayanya meningkat karena pengguna sistem desentralisasi. Sistem sentralisasi menjadi yang terbaik.
Tim tersebut masih menggunakan sistem desentralisasi. Sistem awal Bandar Udara Orly West, Lyon Satolas, Hanover-Langenhagen dan Kansas City digunakan karena sederhana dan efektif.
Pada 12 November 1976, undangan tender kepada konsultan Perancis dengan pemenangnya Aeroport de Paris. Selanjutnya, 18 Mei 1977 kontrak akhir ditandatangani antara Pemerintah Indonesia dengan Aeroport de Paris. Waktu yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut adalah 18 bulan, dan pemerintah menunjuk PT Konavi sebagai mitra lokal.
Hasilnya adalah dua landasan pacu termasuk taxiway, jalan aspal satu di Timur dan yang lainnya di Barat untuk layanan bandara. Jalan Barat ditutup untuk publik. Tiga terminal yang dapat menangani 3 juta penumpang per tahun ,1 terminal untuk penerbangan internasional dan 2 untuk domestik. Kebun didalam bandara dipilih sebagai gambaran.
Tepat 20 Mei 1980, pekerjaan dimulai dengan biaya untuk 4 tahun. Sainraptet Brice, SAE, colas bersama PT. Waskita Karya sebagai pembangunan. Pada 1 Desember 1980, pemerintah Indonesia mendatangani perjanjian dengan pembangunan.
Pembangunan Bandar Udara ini secera fisik selesai pada 1 Desember 1984. Tepat satu mei 1985, proses pembangunan terminal ke dua dimulai dan rampung pada 11 Mei 1992. Pada 23 Desember 1986, Surat Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 1986 mengenai Kontrol Udara dan daratan disekitar bandar udara Soekarno Hatta dikeluarkan. (Hts)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar